EVERESTING : Mengawinkan Gunung Mahawu Dengan Gunung Everest

Bagi para pencinta tanjakan tentu hal ini sangat menantang. Konsep dari everesting adalah bersepeda menanjak hingga total elevasi yang didapat setinggi 8.848 meter, persis sama dengan gunung Everest.

EVERESTING : Mengawinkan Gunung Mahawu Dengan Gunung Everest

 

Oleh : Vari Suak (Everester)


“FIENDISHLY SIMPLE, YET BRUTALLY HARD. EVERESTING IS THE MOST DIFFICULT CLIMBING CHALLENGE IN THE WORLD.”

Ditulis dengan huruf kapital dengan ukuran besar, kalimat yang begitu menantang terpampang di website everesting: https://everesting.cc/

Bagi para pencinta tanjakan tentu hal ini sangat menantang. Konsep dari everesting adalah bersepeda menanjak hingga total elevasi yang didapat setinggi 8.848 meter, persis sama dengan gunung Everest. Tentu untuk memenuhi total elevasi tersebut kita dibolehkan untuk bersepeda bolak-balik pada satu rute tanjakan yang sudah ditentukan. Di sinilah tantangan itu muncul. 
Ketika kita bersepeda dan menemukan satu tanjakan saja di depan lalu kita dengan susah payah melaluinya hingga puncak. Lelah tapi lega bercampur aduk. Bayangkan, jika ini kita lakukan berulang-ulang seharian penuh dari pagi sampai malam. 
Butuh TEKAD yang bulat dan kuat.

Subuh itu, masih gelap dan dingin di Kota Tomohon yang berada di ketinggian 700 mdpl. Roy, Andry, Erwin, Cherish, dan saya sudah bersiap di hotel Jhoanie. Kami sengaja memilih menginap di hotel yang lokasinya tepat di kaki Gunung Mahawu.
Berlima kami mencoba 'mengawinkan' Gunung Mahawu deng Gunung Everest. Betul, kami ingin melakukan EVERESTING di tanjakan sepanjang 5 km dengan gradien rata-rata hampir 9% yang menuju Gunung Mahawu. Kami ingin menguji apakah tekad kami sebulat wheelset sepeda kami. Kami ingin menguji apakah tekad kami sekuat frame karbon sepeda kami.
Aspal yang masih basah barusan diguyur hujan semalaman membuat tanjakan pertama kami semakin seru. Terbayang sudah kami harus melewati tanjakan ini sebanyak 17 kali. Dibutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk naik dan turun kembali ke titik awal. Artinya kami akan menghabiskan kurang lebih 14 jam untuk membujuk Gunung Mahawu agar mau dikawinkan. 

Persiapan tentu sudah kami lakukan baik fisik maupun mental. Sepeda dan semua perlengkapan pun sudah dalam kondisi prima. Para sahabat pun mulai datang. Ada yang turut menjajal beberapa kali tanjakan bersama kami, tapi ada juga yang sekedar memberi support dan ingin melihat kegilaan kami. 

Sang mentari seakan ingin mendengarkan deru napas kami mengayuh pedal. Embun di lereng gunung Mahawu yang dipenuhi perkebunan rakyat pun mulai menghilang. Berganti terik yang semakin membuat tantangan ini mulai melewati batas kemampuan kami. Satu persatu mulai menyerah dengan alasan yang tidak masuk akal. Tentu saja karena yang kita lakukan ini memang tidak masuk akal bagi kebanyakan orang. 
Akhirnya 3 orang peserta menyerah tanpa syarat, harus pulang tanpa gelar everester. 

Tersisa Roy dan saya, memasuki senja kami sudah melakukan 8 kali naik turun. "Yes! Sudah setengah jalan", walaupun hanya berkata dalam hati namun rasanya seperti teriakan kemenangan. Otak mulai menerima alarm palsu. Kaki rasanya seperti menjadi ringan dan kuat lagi. Sayapun mencatatkan waktu menanjak yang tercepat dibanding sebelumnya. Pada tahap ini manajemen power adalah kata kuncinya. Dari beberapa cerita yang kita baca, banyak pesepeda yang mencoba everesting gagal pada tahap ini. Itulah kenapa tahap ini menjadi krusial.
Untunglah kami mendapatkan ekstra tenaga dengan kehadiran keluarga kami. Isteri dan anak-anak kami datang lebih dari sekedar membawakan makanan kesukaan kami tetapi juga menjadi 'power bank' motivasi buat kami.

Tanpa terasa hari sudah mulai gelap, Novan, salah satu teman kami datang menemani menuntaskan tantangan ini. 
Suhu di Gunung Mahawu tiba-tiba turun drastis. Kamipun segera mengenakan perlengkapan anti dingin, lampu-lampu sepeda pun kami nyalakan. Dua lap tersisa adalah yang terberat menurut saya. Bisa dibayangkan harus menuruni jalanan curam dalam kondisi gelap dengan hati-hati dan penuh konsentrasi sementara tubuh kami sudah kelelahan.

Akhirnya waktu menunjukkan pukul 9 malam. Itu adalah tanjakan kami yang terakhir. Tenaga yang tersisa kami kerahkan untuk sampai ke puncak. 
Lelah bercampur bangga dan haru, itu yang kami rasakan ketika bisa menyelesaikan tantangan ini.. 
Bangga berada di jajaran 14 pesepeda Indonesia yang sudah pernah melakukan everesting.
Tak sabar untuk melakukannya lagi.

Keterangan Redaksi : Vari Suak adalah satu dari 14 orang di Indonesia yang mampu sukses sebagai Finisher Everesting, tinggal di Manado.

(Info : Everesting Challenge 2019 akan dilaksanakan pada tanggal 02 Februari 2019 jam 04:00 subuh sd selesai)

Share