MY ROUTE MY STORY
Tanjakan Manado-Tomohon, Antara Beratnya Pedal dan Indahnya Ciptaan Tuhan
Salah satu rute bersepeda yang paling diminati para pesepeda di Sulawesi Utara adalah rute Manado-Tomohon. Hampir setiap pagi selalu ada pesepeda yang beraktivitas di rute ini. Biasanya kami berkumpul di Patung Sam Ratulangi Wanea
admin001 21 Aug 2018ENRICO H. RAWUNG
Salah satu rute bersepeda yang paling diminati para pesepeda di Sulawesi Utara adalah rute Manado-Tomohon. Hampir setiap pagi selalu ada pesepeda yang beraktivitas di rute ini. Biasanya kami berkumpul di Patung Sam Ratulangi Wanea lalu bersama-sama menempuh jarak sekitar 20an km menuju Tomohon. Dalam perjalanan tersebut banyak kisah yang kami nikmati, sebuah perjalanan bersepeda di jalur tanjakan yang sangat menyenangkan.
Untuk orang yang baru pertama kali bersepeda di rute ini, pasti jalur ini terasa berat. Biasanya mereka tidak akan berani ambil resiko sehingga mengatur kecepatannya di bawah 10 km/jam saja. Itu dilakukan karena dua alasan, pertama untuk para pesepeda yang mungkin pernah melewati jalan ini dengan menggunakan mobil akan tahu bahwa jalan ini adalah rute full tanjakan sampai Tomohon, tidak ada jalur menurun di rute ini. Alasan kedua, jalur ini dipenuhi dengan pepohonan, jurang dan tebing di pinggir jalan sehingga terkesan misterius dan sulit diprediksi.
Berkendara dengan mobil dan dengan sepeda sangat jauh berbeda, jika bersepeda semuanya tergantung putaran kaki kita di pedal sepeda untuk menentukan keberlangsungan perjalanan kita, sementara jika menggunakan kendaraan bermotor kita tinggal tancap gas saja. Alasan-alasan itulah yang menjadi dasar para pesepeda berpengalaman sekalipun akan sangat berhati-hati ketika pertama kali melewati rute ini.
Saya pernah punya pengalaman menemani seorang pesepeda asal Pulau Bali yang baru pertama kali bersepeda rute Manado-Tomohon. Ketika itu, akhir Desember 2017, Made seorang teman sejawat dokter ahli bedah lulusan FK Unsrat yang sudah bekerja dan menetap di Bali menghubungi saya via akun facebook dan selanjutnya via WA untuk meminta kesediaan saya menemaninya bersepeda di Manado, tepatnya di rute Manado-Tomohon. Dalam chat WA, dia bercerita bahwa dia dan keluarganya lagi liburan akhir tahun di Manado, dan salah satu kegiatan yang sudah dia rencanakan adalah bersepeda ke Tomohon. Katanya dia merasa asyik melihat aktivitas bersepeda kami yang sering dilihat di media sosial melalui FB dan Strava, sebuah aplikasi khusus para pegiat olah raga. Sebagai sahabat, saya langsung senang dan langsung mengiyakan permintaan tersebut. Saya senang karena pertama akan bertemu kawan yang sudah lama tak jumpa, kedua karena kita akan sama-sama melaksanakan aktifitas yang sangat menyenangkan bersepeda dari Manado ke Tomohon.
Seketika saya kaget, karena di benak saya timbul pertanyaan yang mengejutkan, “Apakah dokter Made sanggup bersepeda menanjak ke Tomohon, gimana dengan kondisi jantungnya kalau nanti dia terlalu memaksakan diri ?” Secepat kilat saya langsung membuka akun Strava dokter Made dan mencoba menganalisis aktifitasnya berolah raga dalam satu bulan terakhir. “Puji Tuhan”, kata saya dalam hati, dokter Made sangat rutin dan aktif berolah raga. Hampir setiap hari beliau beolah raga, dan bersepeda dan lari adalah pilihan utaman. Saya menyimpulkan jantungnya kuat, kalau soal kakinya itu urusan belakangan, hehehehe…
Maka tibalah hari itu, kami janjian ketemu di bundaran jalan masuk Perumahan Citraland.
Begitu tiba di tempat itu saya melihat dr Made sudah tiba duluan di titik kumpul, saya bersepeda dari rumah saya di Tikala Baru bersama dengan Pak Tonny Bambang, seorang mantan atlit balap sepeda berusia 50an tahun yang sengaja saya ajak untuk menemani. Sebelumnya saya dan kawan-kawan dari Manado Cycling Mania (MCM) sudah sangat rutin bersepeda di jalur ini, malahan ini jalur rutin saya untuk beraktivitas Bike to Work (B2W) menuju tempat kerja saya di RS Noongan di Langowan Barat. Biasanya saya bersepeda dari Manado ke Tomohon, selanjutnya naik mobil ke Noongan. Kalau lagi asyik saya lupa berhenti di Tomohon dan lanjut bersepeda sampai finish di RS Noongan.
Pagi itu, kami bertiga mulai bersepeda dari Citraland, dimulai dengan jalur sedikit menurun dan datar sampai jembatan pertigaan Lota, Hanya sampai disitu keramahan rute ini, selanjutnya setelah melalui jembatan timbang kita bersepeda menanjak. Saya bersepeda di depan, dan sengaja mengatur pace sesuai dengan pace dokter Made, sesekli saya menengok ke belakang terlihat oleh saya beliau sangat menikmati. Kecepatan rata-rata di awal perjalanan sekitar 10-11 km per jam.
Memasuki Warembungan setelah SPBU, saya melihat putaran pedal dokter Made masih oke, beliau tampak semangat menikmati, saya pertahankan kecepatan 10-11, sesekali mencapai angka 13-14 km/jam. Cuaca waktu itu sangat cerah, langit terlihat sangat biru, hanya sedikit bercak-bercak kecil awan putih yang nampak. Karena masih subuh menjelang pagi, udara terasa sejuk dengan angin sepoi-sepoi yang menemani. Pepohonan hijau dan bunga-bunga anggrek di pinggir jalan menambah kesejukan dan keindahan rute ini. “Sungguh Indah alam ciptaan Tuhan,” kata saya dalam hati.
Seketika saya melihat kecepatan sepeda kami melambat, saya melihat di monitor garmin saya berada dia angka 7-8 km/jam. Saya diam saja karena menurut guru bersepeda saya, jika kondisi seperti ini sebaiknya kita diam saja. Sepeda kami memang agak melambat, tapi masih bergerak maju, lalu saya mendengar dokter Made berkata, “Pak Dokter, ini jalanan gak ada menurunannya ya? Dari tadi tanjakan melulu”. Saya berusaha menenangkan dengan berujar, “Tenang saja dok, sudah tidak jauh, sudah dekat sebentar lagi tempat pit stop kita berhenti di situ”. Terus terang, waktu itu saya berbohong, pit stop masih sekitar separuh perjalanan dari tempat itu, saya mencoba menerapkan apa yang diajarkan guru bersepeda saya yang selalu kami sapa “Coach”.
Guru itu mengatakan, “Di tanjakan lebih baik dibohongi daripada ditakut-takuti”. Saya yakin ketika anda membaca tulisan ini anda sedikit penasaran tentang siapa coach yang sedikit “kurang ajar” itu ya, nanti aja kali lain saya bikin tulisan tentangnya. Dia memang hebat, tapi memang sedikit nyeleneh, tapi kayaknya itu yang membuatnya hebat.
Oke, kita kembali ke kisah dokter Made setelah saya bohongi. Ehhhh, benar saja, setelah saya bilang tempat pit stop sudah dekat, beliau kembali bersemangat lagi dan kecepatan kami kembali normal seperti semula, bahkan terkadang sedikit lebih cepat. Saya mencoba mengalihkan beratnya tanjakan dengan mengajak kawan saya itu menikmati pemandangan di sekitar jalan, bercakap-cakap tentang hal-hal lain, seperti tentang kegiatannya jogging di Gunung Soputan 1 hari sebelumnya.
Tanpa terasa tiba juga kami di pit stop Pemandangan Tinoor yang sering kami gunakan sebagai tempat mengasoh sebentar. Memang tidak dekat, tapi tidak terasa. Di sini kami minum dan mengecek sepeda kami dan bercakap-cakap sebentar. Saya melihat raut wajah dokter Made sangat puas, karena sanggup tiba di pit stop tanpa berhenti. Saya mengatakan padanya bahwa tanjakan dari Manado Sampai di pit stop ini yang paling berat, jika sudah oke sampai di sini, selanjutnya sampai ke Tomohon akan terasa ringan. Saya lihat raut wajahnya Lebih berseri-seri dan bersemangat. Kali ini saya tidak bohong lagi, saya berkata jujur.
Dan memang benar, dari tempat itu kami tinggal gowes santai di jalanan yang menanjak. Jalur ini tidak ringan, tapi karena kita sudah bisa melalui jalur yang lebih berat, jalur ini terasa lebih ringan. Akhirnya kami tiba di Rumah Kopi Tempo Doeloe HOK LAE di Kakaskasen Tomohon, di situ telah lebih dahulu tiba kawan-kawan kami dari komunitas MCM. Saya memperkenalkan dr Made kepada mereka, dan setelah duduk dan menikmati kopi dan bakpao yang superlezat saya bertanya kepada dokter Made tentang pengalamannya tadi. Dia menjawab, “Jalurnya tanjakan, memang berat tapi asyik”, kami semua senyum-senyum mendengar jawaban itu. Di rute ini memang berat, ketika bersepeda ke Tomohon, kaki kami memang terasa berat mengayuh pedal sepeda, tetapi doa kami juga menjadi semakin sering panjatkan meminta kekuatan Tuhan sambil menikmati alam pemandangan ciptaanNya yang luar biasa indah, menawan dan bikin ketagihan.#ehr_ehr
https://www.strava.com/athletes/25017623
Penulis adalah Direktur RSUD Noongan yang hobi bersepeda.
Photo Credit : Vari Suak.